Kenapa ada pembatasan masa jabatan presiden?
Di negara demokrasi yang sehat dan maju sistem politiknya, masa jabatan pemimpin selalu dibatasi hanya sampai jangka waktu tertentu. Pembatasan tersebut bertujuan untuk menghindari adanya penyalahgunaan kekuasaan dan maraknya korupsi, kolusi dan nepotisme.
Apa yang akan terjadi jika masa jabatan Presiden tidak dibatasi?
Bayangkan jika masa jabatan presiden tidak dibatasi, maka akan ada potensi penyalahgunaan kekuasaan atau kesewenang-wenangan dalam durasi yang lama.
Menurut John Dalberg-Acton, power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely. Great men are almost always bad men, even when they exercise influence and not authority.
Lord Acton adalah seorang British historian pada akhir abad sembilan belas dan awal abad duapuluhan.
Menurut Lord Acton, bukan ‘Lord Luhut’ ya, kekuasaan itu cendeerung korup dan kekuasaan yang mutlak akan menghasilkan korupsi yang absolut juga.
Dan sebenarnya orang yang baik itu juga selalu orang yang jahat, bahkan jika mereka hanya sebagai orang yang punya pengaruh dan bukan berkuasa.
Kekuasaan tanpa pembatasan akan melahirkan praktek Otoritarianisme dan Totalitarisme.
Menurut kamus umum Britannica, Totalitarisme adalah suatu bentuk pemerintahan yang berupaya untuk menegaskan kendali penuh atas kehidupan warganya.
Hal ini ditandai dengan adanya kekuasaan pusat yang kuat yang berupaya mengendalikan dan mengarahkan seluruh aspek kehidupan individu melalui pemaksaan dan represi.
Totalitarisme tidak mengizinkan kebebasan individu. Institusi dan organisasi sosial tradisional tidak dianjurkan dan ditindas, sehingga masyarakat lebih bersedia untuk digabungkan menjadi satu gerakan tunggal.
Negara-negara totaliter biasanya mengejar tujuan khusus dengan mengesampingkan negara-negara lain, dengan semua sumber daya diarahkan untuk mencapai tujuan tersebut, berapapun biayanya.
Contoh negara dengan konsep totalitarian adalah Itali dibawah Benito Mussolini (1922–43), the Soviet Union dibawah Joseph Stalin (1924–53), Nazi German dibawah Adolf Hitler (1933–45), the People’s Republic of China dibawah pengaruh Mao Zedong (1949–76), dan Korea Utara dibawah pemerintahan Kim dynasty (1948– ).
Bila ditarik lebih jauh, bentuk totalitarian masal lampau adalah the Mauryan dynasty of India (c. 321–c. 185 BCE), the Qin dynasty of China (221–207 BCE), and the reign of Zulu chief Shaka (c. 1816–28).
Sedangkan Otoritarianisme atau dalam bahasa Inggris authoritarianism dalam konsep politik dan pemerintaan, menurut kamus umum Britannica adalah ketundukan buta terhadap otoritas dan penindasan terhadap kebebasan berpikir dan bertindak individu.
Rezim otoriter adalah sistem pemerintahan yang tidak memiliki mekanisme yang mapan untuk pengalihan kekuasaan eksekutif dan tidak memberikan kebebasan sipil atau hak politik kepada warganya.
Kekuasaan terkonsentrasi di tangan seorang pemimpin atau sekelompok kecil elit, yang keputusannya diambil tanpa memperhatikan kehendak rakyat.
Istilah otoritarianisme sering digunakan untuk menunjukkan segala bentuk pemerintahan yang tidak demokratis, namun penelitian menunjukkan bahwa terdapat banyak variasi dalam pemerintahan otoriter.
Sebelum 1998
Mengacu ke Indonesia, praktek Otoritarianisme dan Totalitarisme sebenarnya pernah terjadi. Jabatan presiden pernah tidak ada batasannya, seseorang bisa menjabat tiga dekade lebih atau dipilih enam kali.
Presiden Soeharto dianggap sebagai sosok dominan dalam sejarah modern Indonesia. Pengunduran dirinya pada tahun 1998 setelah 32 tahun berkuasa merupakan momen penting bagi banyak orang Indonesia, dan warisannya dari rezim “Orde Baru” yang otoriter terus berdampak besar terhadap negara ini.
Meski telah meninggal pada tahun 2008, warisan dari rezim otoriter “Orde Baru” yang didirikannya masih sangat mempengaruhi Indonesia, baik secara positif maupun negatif.
Dari awal yang sederhana, Soeharto naik menjadi autokrat miliarder. Kepemimpinannya ditandai dengan penggunaan kekuatan militer dalam politik dan ekonomi, korupsi sistematis, serta penindasan terhadap lawan politik, termasuk pembantaian massal terhadap dugaan komunis.
Namun, di bawah kepemimpinannya, Indonesia juga mengalami kemajuan ekonomi signifikan. Kepemimpinan Soeharto yang kontroversial meninggalkan warisan yang kompleks, mempengaruhi transisi Indonesia ke demokrasi dan dinamika politik saat ini.
Reformasi tahun 1998 telah menghasilkan aturan tata kelola pemerintahan yang penting, pembatasan masa jabatan presiden hanya dua periode.
Hal ini membuat iklim politik dan tata kelola pemerintahan Indonesia menjadi lebih sehat dan demokratis. Walaupun masih banyak kekurangan, aturan masa jabatan preside ini adalah hadiah terbaik untuk Indonesia yang lahir dari Reformasi tahun 1998.
Referensi