Seperti biasanya, pada hari sabtu 17 Mei 2008 saya dan teman-teman (fami doang) KGC bersepeda di jalur offroad.Kali ini sasarannya adalah jalur Pondok Pemburu sampai Gunung Pancar. Kami benar-benar “buta”dengan jalur ini, bisa dibilang agak nekat juga, karena kami berdua belum pernah sama sekali mencicipi jalur ini.
Dengan bermodal peta tidak layak (format:JPG )tanpa skala yang jelas,segenggam GPS, dan dengan sedikit “kesoktahuan“. Kami memulai offroad ini dengan menyewa angkot di terminal sentul menuju sebuah pertigaan di daerah Bojongkoneng.
Jalur Offroad dimulai dari Bojongkoneng, tepatnya dari pertigaan yang akan ke arah Taman Budaya , Sentul. Beruntung kami bertemu dengan goweser lainnya , Oom Doli dengan senang hati mengantarkan kami ke Pondok Pemburu!, terimaskih Oom. Jalur ini didominasi dengan tanjakan ngehe (blas.., nggak ada bonusnya). Hebatnya, Oom Doli yang berusia kepala empat (4) melahap tanjakan tersebut dengan mudah (tanpa berhenti) . Perkiraan sih mungkin 3x lebih berat dari tanjakan di Hambalang, lebih ngehe daripada tanjakan ngehe di jalur rindu alam. Menurut perkiraan kami, jalur ini hanya bisa dilalui kendaraan four wheel drive (4×4).
Sekitar dua (2) jam kami habiskan di medan tanjakan tersebut, akhir jalur tersebut adalah Pondok Pemburu yang terkenal itu. Pemilik pondok tersebut adalah pak yus (yustinus). Penduduk sekitar lebih mengenal tempat tersebut dengan tempatnya Pak Yus.
Pondok / Rumah tersebut memiliki lapangan yang luas dan tepat di depannya adalah jalur menuju Gunung Pancar. Perjalanan turun pun dimulai…
Jalur Pondok Pemburu – Gunung pancar di dominasi turunan yang seringkali sulit dilalui dengan menggenjot sepeda, seringkali kami harus menuntun sepeda. Kontur tebing dengan disebelah kanan dan kiri jurang menyuguhkan pemandangan yang indah dan juga sangat berbahaya dan menuntut konsentrasi tersendiri.
Beberapa kali kami bertemu penduduk lokal dan dinas perhutani. Sambil beristirat kami mendengar cerita mengenai Babi Hutan yang masih sangat banyak dan sering diburu. Sempat juga mengobrol dengan penduduk setempat yang sedang membawa biji kopi.
biji kopi…??? iya, kita juga bingung. 🙂
Malapetaka…., (biar agak dramatis..) itu dimulai ketika setelah menuruni bukit yang sangat terjal kami bertemu dengan seorang penduduk. Penduduk tersebut menjelaskan pada kami dengan bahasa indonesia bercampur sunda kalau kami telah salah mengambil persimpangan. Sialnya persimpangan itu jauh berada di atas/puncak bukit yang sudah kami turuni dengan susah payah.
eng..ing…eng……
Sekonyong-konyong, dengan gilanya kami berusaha sekuat tenaga mencapai Desa Cimandala yang tepat berada di bawah gunung pancar. Jalur buntu (sulit dilalui), panas dan persediaan air yang menipis menghantui kami. Seringkali kami berbeda pendapat mengenai jalur yang harus ditempuh….
Dengan menerabas semak belukar, merusak kebun singkong (dikit doang, maaf pak tani 🙁 ), masuk sawah dan melewati sungai, akhirnya kami sampai di desa Cimandala. Paling tidak kami sudah sampai di peradaban..hehe.. dan hal pertama yang kami lakukan adalah mencari warung.
Teh manis dan indomie tanpa telor menjadi santapan paling nikmat saat itu.
Sebenarnya saya pernah melewati Desa Cimandala ini sewaktu bermain sepeda di sekitar gunung pancar sebelumnya, dan mengingatnya bukanlah hal yang menyenangkan. Untuk mencapai hutan pinus (SEBEX) di Gunung pancar, kami harus melalui jalan mendaki. Perjalanan ini kami lalui dengan TunTunBike (TTB) tentunya. Kami sudah benar-benar kelelahan.
Sesampainya di Gunung Pancar (SEBEX), tak sekalipun berhenti, Jalan turun terus sampai ke parkiran mobil di sentul.
Pesan Moral: Modal nekat bisa berakibat fatal….
Download Track GPS (buat lihat di Google Earth, tapi jangan dijadikan guidence, kecuali mau nyasar dulu ke desa Cimandala).
[download#2]
Foto2: Pemburu-Pancar
Wah… wah… kita bisa bayangkan betapa berat medannya.
Kemaren tanggal 11 mei kita 35 org dari Lois Jeans lewat jalur pdk pemburu-gunung pancar dengan susah payah, berapa orang sempat msk jurang.
slm
ali asbar
iya, jalurnya sempit dan berbahaya. tengok kiri , kanan langsung jurang.
Wuih.. Mantab om.. tapi masih untunglah berbekal peta, gps dan ada orang yang ditanya. hehe.. saya pernah dikasih peta cuman dalam bentuk tulisan dan tidak ada orang yang bisa ditanya ketika udah di dalam hutan! makanya jalan turunnya gak ngikutin peta itu, mendingan lewat jalan berangkat tadi aja.. hehe.. 🙂
ada tuh di blog saya.. halah.. promosi.. hehe.. 😛
Dit,
Wuih asyik ya? Kapan kapan ngikut dong!, tapi belum punya sepeda nih.
Ada yang jual Bekas, bagus murah enggak??, serius nih.. abis mau ngebekas punya ipar muahalll 5 jt..
weleh… ternyata mas sigit toh.. apa kabar?
mbaca tulisan mas dhitto…uenak tennann hehehe
salam kenal dari cisarua.
salam kenal juga dari cibinong, bogor 🙂
ati-2 mas.. jangan takabur kayak saya..
Pingback: i just like the picture - diditho{dot}net
wah penasaran deh..
ada yang tau treknya ga?
ane mau jajal tapi ga tau jalur2nya..
hehe,takut nyasar.
@fajar, bisa pake trek gps di menu 'jalur sepeda' diatas, walaupun treknya nyasar dikit tapi bisa digunakan kok.
mantapz om didit, rencana kami akan kesana…. cari suasana baru… kalau kita seting gps bawaan kita gmn caranya ya….