Apakah kamu pernah merasa tiba-tiba disalahkan atas sesuatu yang bukan kesalahanmu? Atau pernah melihat seseorang yang mendadak dikorbankan demi menyelamatkan kepentingan orang lain?
Jika iya, kamu mungkin telah menyaksikan atau bahkan mengalami fenomena throwing someone under the bus.
Dalam dunia kerja, politik, dan kehidupan sosial, ungkapan ini sering digunakan untuk menggambarkan tindakan mengorbankan orang lain demi keuntungan pribadi, baik secara sengaja maupun tidak sengaja.
Lalu, bagaimana filosofi di baliknya, bagaimana fenomena ini terjadi, dan bagaimana kita bisa mengenali serta menghindarinya?
Sejarah dan Penggunaan Pertama Istilah ‘Throwing Someone Under the Bus’
Asal-usul ungkapan ini tidak sepenuhnya jelas, tetapi diperkirakan berasal dari Inggris pada awal abad ke-20 sebelum akhirnya menjadi populer di Amerika Serikat.
Beberapa sumber menyebut bahwa frasa ini pertama kali digunakan dalam dunia olahraga, khususnya dalam wawancara sepak bola dan bisbol, sebelum masuk ke ranah politik dan budaya populer.
Salah satu kemunculan pertama yang terdokumentasi dalam media berasal dari The Times pada 1980-an. Namun, ungkapan ini benar-benar mendapat perhatian luas di Amerika Serikat ketika digunakan dalam dunia politik dan bisnis.
Dalam artikel yang diterbitkan oleh The Washington Post tahun 1984, frasa ini dipakai untuk menggambarkan seorang politisi yang mengorbankan sekutunya demi kepentingan pribadi.
Istilah ini kemudian semakin populer di media, terutama dalam pemberitaan politik, olahraga, dan dunia kerja. Pada 1990-an dan 2000-an, frasa ini sering digunakan oleh jurnalis dan komentator untuk menggambarkan seseorang yang dikhianati atau dikorbankan secara tiba-tiba.
Penggunaannya meluas dalam budaya korporasi, menggambarkan praktik menyalahkan orang lain untuk menutupi kesalahan atau kegagalan.
Hingga saat ini, istilah ini telah menjadi bagian dari bahasa sehari-hari dalam dunia profesional, menggambarkan tindakan yang sayangnya cukup umum terjadi, terutama dalam lingkungan yang kompetitif.
Filosofi di Balik ‘Throwing Someone Under the Bus’
Ungkapan ini berasal dari gambaran seseorang yang secara harfiah didorong ke depan bus yang melaju, sebuah tindakan ekstrem untuk menyingkirkan seseorang dengan cara yang kejam.
Dalam konteks sosial, tindakan ini menunjukkan betapa seseorang bisa dengan mudah mengorbankan orang lain agar dirinya tetap aman, baik dalam situasi tekanan, krisis, maupun persaingan.
Secara psikologis, perilaku ini sering dikaitkan dengan mekanisme pertahanan diri, survival instinct, atau bahkan manipulasi.
Orang yang melakukan tindakan ini cenderung mencari jalan keluar termudah dari situasi sulit tanpa memperhatikan dampak negatif bagi orang lain.
Mengapa Ini Praktik yang ‘Sadis’
Apa yang membuat praktik ini begitu kejam adalah unsur pengkhianatan yang terkandung di dalamnya.
Biasanya, orang yang dijadikan korban tidak pernah menduga akan disalahkan atau dikorbankan. Bahkan, dalam banyak kasus, mereka adalah rekan kerja, teman, atau bawahan yang telah membantu pelaku sebelumnya.
Tiba-tiba, mereka dipojokkan dalam situasi yang tidak adil tanpa kesempatan untuk membela diri.
Yang lebih menyakitkan, efek dari tindakan ini bisa berlangsung lama. Tidak hanya merusak reputasi profesional seseorang, tetapi juga dapat mempengaruhi kesehatan mental mereka.
Merasa dikhianati, kehilangan kepercayaan terhadap lingkungan sekitar, dan mengalami tekanan psikologis akibat tuduhan yang tidak benar bisa menjadi beban yang sulit diatasi.
Bahkan dalam lingkungan kerja, korban yang terkena praktik ini sering mengalami stres berlebihan, kehilangan motivasi, atau bahkan memilih keluar dari tempat kerja tersebut.
Fenomena dan Praktik di Berbagai Bidang
Di tempat kerja, fenomena ini kerap muncul dalam bentuk atasan yang menyalahkan bawahannya ketika proyek gagal, rekan kerja yang menimpakan kesalahan kepada koleganya untuk menyelamatkan diri, atau bahkan seorang karyawan yang diam-diam merusak reputasi orang lain agar mendapatkan promosi.
Dalam politik, praktik ini hampir menjadi hal yang biasa. Contoh klasik adalah ketika seorang pemimpin atau pejabat menyalahkan bawahannya atas kegagalan kebijakan atau skandal yang mencuat.
Dalam situasi lain, partai politik dapat mengorbankan satu anggotanya untuk meredam kemarahan publik dan menjaga citra institusi.
Dalam kehidupan sosial sehari-hari, fenomena ini juga bisa terjadi di lingkungan pertemanan, keluarga, atau komunitas.
Misalnya, seseorang yang membocorkan rahasia temannya untuk menjaga reputasi sendiri, atau anggota keluarga yang menghindari tanggung jawab dengan menyalahkan saudara kandungnya.
Cara Mengenali ‘Throwing Someone Under the Bus’
Tanda paling jelas adalah ketika seseorang tiba-tiba mengalihkan kesalahan kepada orang lain, meskipun sebenarnya bukan sepenuhnya tanggung jawab mereka.
Pergeseran tanggung jawab ini biasanya muncul secara mendadak, terutama ketika ada tekanan atau masalah yang perlu segera diselesaikan.
Manipulasi fakta juga sering terjadi dalam situasi ini. Jika narasi atau fakta tiba-tiba berubah sehingga seseorang terlihat bersalah, itu bisa menjadi indikasi bahwa mereka sedang dijadikan kambing hitam.
Selain itu, tanda lain yang sering muncul adalah ketika dukungan dari rekan-rekan kerja atau teman tiba-tiba menghilang, seolah mereka sudah mendengar cerita yang merugikan dari pihak lain.
Seseorang yang melempar orang lain ke bawah bus biasanya juga menggunakan taktik mendesak.
Mereka bisa menempatkan target dalam situasi di mana mereka harus segera membela diri tanpa waktu yang cukup untuk berpikir atau mengumpulkan bukti.
Bagaimana Mengantisipasi dan Menghadapinya ?
Salah satu cara terbaik untuk melindungi diri dari praktik ini adalah dengan membangun kredibilitas dan selalu memiliki dokumentasi atas pekerjaan atau tanggung jawab yang dijalankan.
Email, pesan, atau catatan lain bisa menjadi alat pertahanan saat ada tuduhan yang tidak berdasar.
Selain itu, penting untuk peka terhadap tanda-tanda manipulasi. Jika mulai terasa ada sesuatu yang tidak beres dalam komunikasi atau perlakuan terhadap diri sendiri, jangan ragu untuk bertanya dan mencari klarifikasi.
Menjaga hubungan baik dengan orang-orang yang bisa dipercaya juga bisa menjadi perlindungan yang baik. Dukungan dari mereka bisa sangat membantu saat menghadapi situasi sulit.
Jika sudah terlanjur menjadi korban, hadapi situasinya dengan kepala dingin. Hindari terjebak dalam permainan yang sama. Tanggapi dengan tenang, tunjukkan fakta, dan jangan terbawa emosi.
Jika situasinya semakin buruk dan reputasi mulai terancam, pertimbangkan untuk membawa masalah ini ke pihak yang lebih berwenang atau menggunakan saluran yang tepat untuk meluruskan keadaan.
Menjaga Integritas di Lingkungan yang Toxic
Dalam lingkungan kerja atau sosial yang penuh intrik, mempertahankan integritas adalah tantangan tersendiri.
Beberapa cara untuk tetap bertahan adalah dengan membangun jaringan kepercayaan dengan orang-orang yang jujur, menghindari politik kantor yang merugikan, dan selalu berpegang pada nilai profesionalisme.
Jika budaya organisasi memang mendukung praktik menjatuhkan orang lain, mungkin ada baiknya mempertimbangkan lingkungan baru yang lebih sehat.
Pada Akhirnya …
Fenomena throwing someone under the bus adalah kenyataan pahit dalam kehidupan profesional dan sosial yang bisa menimpa siapa saja.
Memahami filosofi di baliknya, mengenali tanda-tandanya, serta mengetahui cara mengantisipasi dan menghadapinya dapat membantu kita tetap tangguh dan tidak mudah menjadi korban.
Integritas dan kredibilitas adalah pertahanan terbaik untuk menghadapi praktik tidak etis ini.
Namun lebih dari itu, penting bagi kita untuk tidak hanya menghindari menjadi korban, tetapi juga memastikan bahwa kita tidak menjadi pelaku praktik ini terhadap orang lain.