Pada tahun 1976, dunia menyaksikan salah satu operasi penyelamatan paling berani dalam sejarah—Operation Entebbe. Sebuah pesawat Air France yang dibajak oleh teroris dipaksa mendarat di Entebbe, Uganda, dengan lebih dari 100 sandera di dalamnya.

Di tengah situasi yang sangat tegang, sekelompok kecil pasukan khusus Israel, Sayeret Matkal, dilibatkan dalam misi penyelamatan yang hampir mustahil. Dalam waktu kurang dari 90 menit, tim ini berhasil membebaskan para sandera dengan tindakan, tahapan yang presisi dan keberanian yang luar biasa, membuktikan kualitas unit ini dan kerjasama tim.

Sebentar…, mungkin ada yang protes kenapa saya ambil acuan Operation Entebbe yang dilakukan negara yang posisinya sekarang kontroversial di Timur Tengah?

Ini lebih saya memang suka dengan sejarah dan sejarah unit Sayeret Matkal di era tersebut memang fenomenal dan melegenda. Bila nanti perang Ukraina dan Rusia selesai, mungkin saja saya mengambil sudut cerita dari peristiwa sejarah tersebut.

silhouette of soldiers
Special Operation

We thought this would be the end of us’: the raid on Entebbe, 40 years on

Lanjut …

Bandingkan ini dengan sekelompok orang dengan metodologi teror, seperti organisasi masa berseragam, tongkrongan preman, genk bully yang hanya bersatu karena ketakutan dan ancaman.

Mereka tidak memiliki visi atau tujuan yang sama, selain dari kepentingan pribadi masing-masing anggota yang diikat oleh rasa takut akan kegagalan atau hukuman dan mungkin juga trauma masa lalu.

Perbedaan yang mencolok antara pasukan khusus yang terorganisir dan kelompok teror yang bergerak tanpa arah adalah gambaran nyata dari bagaimana sebuah tim bisa mengungguli gerombolan.

Kisah seperti Operation Entebbe menunjukkan dengan jelas mengapa pemahaman tentang perbedaan antara tim dan gerombolan sangatlah penting, tidak hanya dalam konteks militer, tetapi juga dalam dunia bisnis, olahraga, dan kehidupan sehari-hari.

Dalam blog post kali ini, saya akan mengeksplorasi apa yang membedakan tim dari gerombolan, dan mengapa kepemimpinan, visi, dan kerjasama adalah kunci dalam membangun tim yang sukses.

Sehebat-hebatnya seorang atlet, ia tetap membutuhkan pelatih. Begitu juga dengan seorang manajer atau pemimpin dalam sebuah tim, yang membutuhkan mentor dan pelatih untuk membantu mencapai potensi maksimalnya.

Namun, apa yang membedakan sebuah gerombolan dari tim? Pada pandangan pertama, keduanya mungkin terlihat sama—sekumpulan individu yang bekerja bersama untuk mencapai tujuan.

Namun, perbedaan mendasarnya terletak pada bagaimana kelompok tersebut berfungsi dan seberapa efektif mereka dalam mencapai hasil yang diinginkan.

people sitting on fence
Gerombolan

Sebuah gerombolan hanyalah sekumpulan orang yang kebetulan berada di satu tempat atau terlibat dalam satu proyek yang sama, tanpa arah yang jelas atau ikatan yang kuat di antara anggotanya.

Gerombolan sering kali bergerak dan berfungsi karena ketakutan—baik itu ketakutan akan kegagalan, hukuman, penolakan atau trauma masa lalu.

Ketakutan ini menjadi motivator utama yang mendorong tindakan anggota gerombolan, yang sering kali hanya bertujuan untuk menghindari konsekuensi negatif daripada mencapai sesuatu yang positif.

Secara mental, anggota gerombolan cenderung individualistis, reaktif, dan tidak memiliki komitmen jangka panjang terhadap kelompok. Mereka mudah terpengaruh oleh situasi eksternal dan tidak memiliki kedisiplinan internal yang kuat.

Sebaliknya, sebuah tim adalah sekumpulan individu yang memiliki visi, tujuan, dan nilai-nilai yang sama. Mereka tidak hanya bekerja bersama, tetapi juga saling mendukung dan melengkapi satu sama lain.

Tim bergerak dan berfungsi berdasarkan tujuan bersama yang jelas dan inspiratif. Tujuan ini menjadi pendorong utama yang mengarahkan semua tindakan dan keputusan anggota tim.

Secara mental, anggota tim memiliki sikap kolaboratif, proaktif, dan fokus pada keberhasilan bersama. Mereka memiliki kedisiplinan tinggi, kemauan untuk berkorban demi kepentingan tim, dan rasa saling percaya yang kuat.

Di sinilah peran pemimpin, pelatih, atau mentor menjadi sangat penting. Pemimpin yang baik mampu mengubah sebuah gerombolan menjadi tim yang efektif. Mereka menetapkan visi yang jelas, memotivasi anggota untuk bekerja sama, dan memberikan arahan serta dukungan yang diperlukan untuk mencapai tujuan bersama.

a woman standing in front of a crowd holding a microphone
Leadership

Menurut Simon Sinek dalam Leaders Eat Last, “Great leaders don’t just lead; they create environments where teams thrive.” Pemimpin yang hebat tidak hanya memimpin, tetapi juga menciptakan lingkungan di mana tim dapat berkembang dan mencapai potensi maksimal mereka.

Contoh nyata dari perbedaan ini dapat kita lihat dalam dunia sepak bola. Sebuah tim yang solid seperti Manchester City atau Liverpool tidak hanya terdiri dari pemain berbakat, tetapi juga memiliki pelatih seperti Pep Guardiola atau Jürgen Klopp, yang mampu menyatukan dan mengarahkan mereka untuk bermain sebagai satu kesatuan yang harmonis.

Pelatih ini tidak hanya mengatur strategi, tetapi juga membangun budaya tim yang didasarkan pada saling percaya, kerja keras, dan komitmen terhadap tujuan bersama. Setiap pemain tahu peran mereka, dan semua bekerja untuk mencapai tujuan yang sama—menang dalam pertandingan dan meraih gelar juara.

Begitu juga dalam dunia militer, peran pemimpin dalam pasukan khusus seperti Kopassus atau Navy SEAL sangatlah krusial. Pemimpin tim khusus tidak hanya memberikan perintah, tetapi juga menjadi mentor yang membentuk mentalitas dan keterampilan anggotanya.

Mereka memastikan setiap anggota tim memahami misi, memiliki disiplin yang tinggi, dan siap menghadapi tantangan terberat.

General Stanley McChrystal dalam bukunya Team of Teams menekankan bahwa “The power of a team lies in its ability to work together and adapt to change, not just in the skills of its individual members.” Ini menegaskan bahwa kepemimpinan yang efektif mengarahkan tim untuk bekerja bersama secara harmonis dan beradaptasi dengan situasi yang terus berubah.

Di sisi lain, sekelompok preman mungkin terlihat kuat dan menakutkan, tetapi mereka sering kali tidak memiliki kepemimpinan yang jelas, dan tindakan mereka didasarkan pada kepentingan pribadi atau reaksi spontan.

Mereka sering bergerak karena ketakutan—baik itu ketakutan akan kehilangan kontrol, ketakutan akan ancaman eksternal, atau ketakutan akan pengkhianatan dari dalam kelompok mereka sendiri.

Secara mental, mereka kurang disiplin, cenderung impulsif, dan tidak memiliki strategi jangka panjang. Tanpa pemimpin yang kuat, gerombolan seperti ini mudah goyah saat menghadapi tantangan besar.

Dalam dunia bisnis dan organisasi, membedakan antara gerombolan dan tim adalah kunci untuk mencapai kesuksesan jangka panjang.

Sebuah tim yang terstruktur dan dipimpin dengan baik akan selalu mengungguli gerombolan yang tanpa arah, karena kekuatan sejati terletak pada kebersamaan, komitmen terhadap visi bersama, dan mentalitas yang kuat untuk bekerja sama demi kesuksesan bersama.

Semua faktor tersebut diorkestrasi oleh pemimpinnya dan sebuah konsep leadership.

Referensi:

  • Lencioni, P. (2002). The Five Dysfunctions of a Team: A Leadership Fable. Jossey-Bass.
  • Sinek, S. (2014). Leaders Eat Last: Why Some Teams Pull Together and Others Don’t.
  • McChrystal, S. (2015). Team of Teams: New Rules of Engagement for a Complex World.

Leave A Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.