Dalam kurun waktu dua tahun ini, ada sesuatu yang menarik perhatian saya dalam bidang human resources. Munculnya profesi-profesi baru yang memliki pattern ‘hybrid-skill’, ya sebut saja hybrid ya atau multi-talent, dan istilah sejenis lainnya.
Profesi-profesi baru tersebut salah satunya adalah Business Technology. Kemudian pada saat mengadiri acara Asia Pacific Media Forum 2016 (APMF 2016) bulan kemarin ada profesi baru lagi tapi tetap dengan mencantumkan ‘technology’ dengan nama Marketing Technology.
Dari dua kasus diatas sepertinya menjawab beberapa pertanyaan dikepala saya dan juga beberapa orang lain yang saya temui.
Dalam banyak kasus pengembangan produk atau layanan baru maupun existing di perusahaan-perusahaan besar yang harusnya bisa didorong atau di ‘leverage‘ dengan kehadiran teknologi biasanya tidak bisa berjalan dengan baik dan mulus.
Mobile Application sebuah perusahaan taksi yang cukup terkenal dengan warna birunya, saya yakin sekali mereka tidak kekurangan sumber daya dari sisi bisnis dan teknologi informasi. Kenyataannya sangat berbeda, sebelum ada kejadian demonstrasi supir taksi, aplikasi mereka sangat biasa dibanding dengan kompetitor sejenis.
Sangat berbeda bila dibandingkan dengan aplikasi sejenis (pesaing) yang muncul belakangan, sepertinya ada gap yang harusnya tidak terjadi.
Sekarang agak berbeda, dari salah satu sesi presentasi acara APMF 2016 kemarin, salah satu petinggi perusahaan taksi tersebut sudah melakukan perbaikan drastis dari sisi User Experience dan User Interface aplikasi mobile mereka. Seperti kata pepatah, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.
Payment Gateway, bila diambil logika standar, harusnya perusahaan-perusahaan besar dengan segala kemampuannya bisa dengan mudah mengaplikasikan berbagai layanan payment gateway yang masif dan mudah digunakan.
Kenyataannya, payment gateway yang paling banyak pilihannya dan mudah digunakan ada di perusahaan-perusahaan kelas kecil dan menengah yang mungkin juga nggak punya sumber daya pengembang secanggih perusahaan-perusahaan raksasa tersebut.
Business Technology dan Marketing Technology, Apakah kamu pernah mendengar atau mengetahui profesi ini sebelumnya ?
Profesi ini adalah profesi-profesi baru yang saat ini sangat dibutuhkan banyak pihak. Ahli di business atau marketing tapi dia juga menguasai teknologi.
Pemisahan dua profesi ini dalam bentuk manusia maupun departemen sepertinya menghasilkan gab yang lebar untuk mengejar kebutuhan atau tantangan saat ini.
Nah, selama ada niat dan minat, teknologi adalah sesuatu yang paling mudah dipelajari. Dalam arti aksesnya sangat terbuka hanya dengan mengandalkan internet dan sebuah komputer jinjing atau desktop. Sedangkan business dan marketing membutuhkan perjalanan yang agak panjang karena kompleksitasnya yang nggak bisa dihindari. Mulai dari sisi sales, finance, marketing, interaksi manusia, kondisi ekonomi dan lain sebagainya.
Pada kondisi saat ini dimana perusahaan harus selalu berhitung dan mengencangkan ikat pinggang, teknologi biasanya menjadi andalan untuk memudahkan dan mengefisienkan sebuah pekerjaan.
Tantangannya saat ini, tuntutan teknologi bukan hanya semata pada menggunakan smarphone atau menggunakan email saja. Dengan begitu melimpahnya data digital, dibutuhkan keahlian khusus dalam mengelola tumpukan data tersebut, atau anda akan tertimbun didalam gunung data.
Untuk menentukan sebuah kampanye marketing yang efektif, seseorang dihadapkan pada analisa demografi seperti umur, jenis kelamin, hobi, preferensi belanja dan lain-lain… seringkali tools untuk melakukan analisa tersebut tidak langsung tersedia.
Hal ini sepertinya karena data yang besar tersebut ada di bagian Teknologi Informasi sehingga data tersebut hanya diam saja, kalaupun ada analisa hanya berupa report standart.
Sedangkan kebutuhan bagian marketing adalah data yang dapat memberikan ‘insight‘ dan membantu pengambilan keputusan (decission making)…, nah ribetnya lagi, untuk mendapatkan insight, orang yang membuat sistem analisa tersebut harus punya insight / insting business atau marketing.. kalo nggak ada itu hanya akan jadi analisa sampah.
Ribet kan ? wkkk…
Mau nggak mau, suka nggak suka, saat ini banyak perusahaan yang membutuhkan talenta hybrid, ngerti business dan marketing tetapi juga menguasai teknologi pengolahan data dan analisa ataupun pengunaan teknologi tertentu untuk menunjang performa pencapaian.
Untuk mencapai performa perjualan atau marketing, selain harus menguasai data sebagai modal awal melakukan perencanaan dan aksi, juga membutuhkan penguasaan tools-tools teknologi pemasaran yang saat ini bertebaran di internet.
Pernah mendengar istilah convertion rate ratio? engagement rate atau click per view ?
Bila belum mendengar ‘binatang’ di atas, maka kamu yang bekerja di bidang marketing dalam masalah besar. Itu adalah istilah-istilah dunia marketing digital, sialnya memang itu sangat terkait dengan bagaimana teknologi bekerja.
Di kantor, masih banyak yang heran kenapa saya yang di bagian riset, dan sekarang di sebuah direktorat bisnis masih ngoding (bikin program) macam-macam.
Masih belajar linux, membuat load balancer, clustering sampai sistem keamanan server. Kemudian tetap membuat sistem analisa multi-dimensi OLAP untuk sistem Decision Support System (DSS), bikin Application Programmable Interface (API) dan sebagainya.
Ya susah juga jelasinnya pada waktu itu, untuk melakukan analisa data dan pengembangan produk membutuhka pengerjaan teknologi yang sesuai .
Semoga dengan munculnya dua profesi itu bisa memberi gambaran mengenai tantangan yang akan dihadapi berbagai profesi mapan dan tantangan perusahaan yang akan dihadapi saat ini maupun masa depan.