Beberapa hari terakhir, saya dibuat terpaku oleh satu kenyataan sederhana, situs Archive.org, yang selama ini saya anggap sebagai museum pengetahuan digital dunia, tiba-tiba tidak bisa diakses dari Indonesia.

Bukan karena kesalahan teknis, bukan karena server-nya mati, tapi karena negara memilih untuk memblokirnya.

Langkah ini diumumkan secara resmi oleh Kementerian Komunikasi dan Digital. Alasan mereka terdengar cukup serius, adanya konten pornografi, arsip situs judi online, serta pelanggaran hak cipta yang dapat diakses secara bebas oleh publik Indonesia (Kompas, 2025).

Kominfo menyebutkan bahwa surat telah dikirim ke pihak pengelola Archive.org, namun tak ada respons yang memadai, maka blokir pun dijatuhkan.

Namun hingga hari ini, tidak pernah dijelaskan secara terbuka: konten mana saja yang dimaksud? Arsip halaman situs apa? Buku judul apa? Link ke halaman judi yang mana? Tidak ada daftar yang dirilis ke publik.

Padahal di era digital seperti sekarang, keterbukaan semacam itu sangat penting agar kita tidak tenggelam dalam asumsi.

Tanpa transparansi, wajar jika muncul kecurigaan. Apakah memang semata-mata karena konten bermasalah, atau jangan-jangan karena ada informasi tertentu yang dianggap “terlalu bebas” untuk rakyat tahu?

Archive.org, atau nama resminya The Internet Archive, adalah proyek nirlaba yang didirikan pada 1996 oleh Brewster Kahle, yang sebelumnya juga mengembangkan sistem pencarian WAIS (Wide Area Information Server ) dan Alexa Internet.

Proyek ini bertujuan menyediakan “universal access to all knowledge”, akses universal terhadap seluruh pengetahuan manusia.

Platform ini telah menyimpan lebih dari 800 miliar halaman web, puluhan juta buku, film, rekaman radio, hingga software klasik.

Yang sering tidak dipahami adalah bahwa Archive.org memiliki dua jenis konten: pertama, konten yang diunggah langsung oleh pengguna, dan kedua, konten yang diarsipkan secara otomatis melalui layanan Wayback Machine.

Untuk konten pertama, Internet Archive secara tegas tidak memperbolehkan unggahan pornografi eksplisit maupun layanan judi online ke dalam sistem mereka.

Sejak lama, mereka menyatakan bahwa konten dewasa eksplisit bertentangan dengan kebijakan server mereka.

Namun untuk konten kedua, yakni arsip otomatis dari situs web publik,kasusnya lebih kompleks.

Sistem Wayback Machine bekerja layaknya robot crawler yang menyimpan versi dari situs-situs yang tidak memblokir pengindeksan.

Jadi, jika ada situs porno atau situs judi daring yang tidak menyetel robots.txt untuk mencegah pengarsipan, maka halaman mereka bisa saja tersimpan secara otomatis.

Ini bukan karena Archive.org menyebarkan konten itu secara aktif, tapi karena memang bagian dari arsip internet global yang tidak diseleksi manual.

Begitu juga soal judi online.

Archive.org tidak mendukung promosi perjudian atau pengunggahan konten taruhan digital. Namun mereka memang menyimpan materi edukatif dan historis tentang perjudian, seperti laporan riset atau arsip situs lama yang membahas topik itu.

Salah satu contohnya adalah dokumen publik seperti Problem Gambling Survey 2016 atau buku berjudul Gambling yang ditujukan untuk riset, bukan praktik.

Dalam konteks ini, Archive.org memiliki jalur resmi untuk penghapusan konten, baik melalui takedown request DMCA untuk pelanggaran hak cipta maupun permintaan pengecualian URL Wayback Machine dari pemilik situs asli atau otoritas hukum.

Dengan kata lain, pemblokiran seluruh situs seharusnya bukan menjadi pilihan pertama. Ada prosedur, ada kanal diplomasi digital yang bisa ditempuh lebih dulu.

Namun yang jadi pertanyaan lebih dalam, benarkah ini semata-mata soal pornografi dan judi? Ataukah ini bagian dari kontrol terhadap informasi yang lebih besar? Indonesia, sayangnya, berada di peringkat yang kurang menggembirakan dalam berbagai indeks kebebasan informasi dan demokrasi.

Dalam laporan Freedom in the World 2024 oleh Freedom House, Indonesia digolongkan sebagai negara “partly free” dengan skor kebebasan internet yang terus menurun sejak 2019 (Freedom House, 2024).

Sementara dalam The Economist Intelligence Unit Democracy Index 2023, Indonesia hanya menempati urutan ke-54 dari 167 negara—tertahan di kategori “flawed democracy” (EIU Democracy Index, 2023).

Negara lain pun pernah mengalami dilema serupa. Di Inggris, beberapa operator seluler pernah memblokir Archive.org karena alasan konten dewasa. Namun setelah mendapat tekanan dari masyarakat sipil dan media, blokir tersebut dibuka kembali (PIA Blog, 2020).

Di Tiongkok dan Iran, Archive.org diblokir karena alasan politik, tapi itu justru menjadi penanda bahwa kontrol atas ingatan digital adalah alat yang kuat dalam menjaga narasi penguasa.

Hari ini, ketika saya mencoba membuka arsip situs tempat saya pertama kali menulis artikel daring, saya hanya mendapat halaman kosong bertuliskan “akses diblokir.”

Rasanya seperti mendatangi rumah tua penuh kenangan, hanya untuk mendapati seluruh jendelanya dipaku dari luar.

Saya percaya negara perlu menjaga ruang digital agar tetap sehat. Tapi saya juga percaya bahwa kita sebagai warga negara punya hak untuk bertanya, jika akses kami ke sejarah diputus, setidaknya kami berhak tahu kenapa.

Kami berhak tahu konten mana yang dianggap melanggar.

Dan kami berhak tahu apakah keputusan ini benar-benar untuk kebaikan bersama, atau sekadar demi kenyamanan segelintir pihak yang lebih suka masa lalu dibiarkan lenyap.

Saya hanya bisa berharap, semoga blokir ini bersifat sementara, dan lebih dari itu, semoga negara kita suatu hari cukup percaya diri untuk tidak takut pada ingatan.

Didit, pengarsip kenangan digital yang percaya bahwa bangsa yang sehat adalah bangsa yang tak takut mengingat masa lalunya.

update Jumat, 14:35 WIB, Sempat Diblokir Komdigi, Situs Archive.org Bisa Diakses Kembali.

Leave A Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.