Setelah belasan tahun, pada tahun 2014 kemarin, akhirnya saya memutuskan untuk kembali mendaki gunung di iklim tropis.
Udara segar dan perjuangan mencapai puncak Gunung Gede pada 2.927 meter diatas permukaan laut (dpl) menjadi pengalaman yang tidak terlupakan.
Selama pendakian tersebut sebenarnya ada pengalaman yang berbeda, tidak sekedar udara tanpa polusi ataupun pegalnya kaki. Pada pendakian di penghunjung tahun 2014 tersebut, dibawah kondisi musim hujan, seorang teman memutuskan untuk membawa serta bayi 1,8 tahun (20 bulan)!
Pada umur yang sudah tidak terhitung muda (tidak juga tua sih) dan pada bulan dengan curah hujan tinggi, membawa beban ‘hidup’ 15 kg merupakan tindakan yang mengerikan!
Sebenarnya teman tersebut merupakan salah satu pendaki terkuat di kelompok kami sejak masa SMA (Sekolah Menengah Atas). Ia juga jagoan wall climbing karena jari-jarinya terlatih olahraga kungfu.
Tetapi, pada pendakian ini saya terkejut juga mendengar kalimat yang tidak pernah saya duga sebelumnya. Tiba-tiba pada ketinggian tertentu, langkah kami yang memang sudah lambat akhirnya berhenti untuk waktu yang cukup lama dan terucaplah kalimat …
” Tenaga sih ada, semangat yang nggak ada ” ujarnya pada saat berada ketinggian di batas vegetasi mendekati puncak.
Sebagai seorang teman pendakian, saat itu saya hanya bisa mendengarkan dan tertegun. Mau gimana lagi ?! Ada di tengah hutan, bersama bayi umur 1.8 tahun yang tertidur lelap dan kita hanya terdiam saja ditengah suhu yang mulai dingin dan menusuk.
Langsung terbayang ‘horor’ yang akan terjadi.. Bagaimana kalo dia nggak kuat ? terus bayinya ? terus emang ada yang kuat gantiin ? terus kalo hujan ? terus… terus… terus …?
Walaupun pada akhirnya kami serombongan berhasil menyelesaikan pendakian, ada pelajaran berharga yang saya dapatkan dari peristiwa tersebut.
Pada setiap perjalanan hidup, baik itu di tempat kerja, bersama teman bermain, di tengah keluarga dan dimanapun kita berada, sebenarnya bukan masalah apakah kita punya tenaga, waktu atau resources dalam menentukan keberhasilan atau pencapaian.
Salah satu faktor kunci yang menentukan adalah kekuatan semangat. Seperti kalimat di sebuah iklan minuman energi. “Spirit!”.
Banyak literatur mengenai kekuatan semangat (googling aja sendiri)…
Pada pendakian tersebut, saya masih lebih tenang bila teman pendakian saya atau saya sendiri mengeluarkan kata-kata seperti ‘capek’, ‘kram’, ‘lapar’, ‘haus’ dan keterbatasan fisik sejenis lainnya, karena bila seseorang punya semangat, keterbatasan fisik bisa dilampaui dengan mudah atau dengan ‘sedikit’ perjuangan.
Jangan tanya bagaimana teman saya menyelesaikan pendakian tersebut, saya juga nggak tau darimana dia bisa mendapatkan semangatnya lagi. Tiap orang punya pencariannnya sendiri untuk menemukan kembali spiritnya.
Tetapi pastinya, kami berencana mengulangi perjalanan tersebut (tetap dengan teman gendong bayi ) pada tahun 2015 di sebuah gunung di pulau lombok.